BANJARMASIN, aktualkalsel.com – USIA nya memasuki 40 tahun lebih enam pekan ketika dilantik sebagai walikota Banjarmasin periode 2016-2021 oleh Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor pada 17 Februari 2016. Jadilah, dalam daftar para pemimpin ‘Kota Seribu Sungai’ ini Ibnu Sina adalah yang termuda, versi pilkada.
Dikenal sebagai politisi tulen dari Partai Kesejahteraan Sosial (PKS), Ibnu Sina juga disebut sebut sebagai kader partai yang militan. Itu ditunjukannya dalam pidato di hadapan kader partai ‘putih-cokelat’ ini tak lama setelah ditetapkan secara resmi sebagai walikota Banjarmasin oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarmasin selaku pelaksana pilkada 2015.
“Sesungguhnya Ibnu Sina ini hanyalah seorang prajurit PKS dan saya mewakili kalian semua untuk menjadi walikota Banjarmasin olehkarenanya jangan dilepas begitu saja,” ujarnya ketika hadir di Rapat Kerja Wilayah DPW PKS Kalsel, beberapa hari menjelang pelantikannya sebagai walikota.
Orasi menggugah ini kemudian menjadi sajian berita menarik di sejumlah media cetak khususnya media online. Menarik, karena sebagai kandidat yang baru saja terpilih dalam sebuah pesta demokrasi untuk menjadi pemimpin sebuah ibukota provinsi, tentu menjadi perhatian tersendiri.
Apalagi, sosok seorang Ibnu Sina sudah bukan pendatang baru di kancah perpolitikan Bumi Antasari ini. Sejak belasan tahun sudah, dia dikenal sebagai seorang politisi di rumah Banjar –sebutan kantor DPRD Kalsel yang terletak di kawasan Jalan Lambungmangkurat Banjarmasin–yang responsive menanggapi bergulirnya hal-hal yang bertautan erat dengan persoalan masyarakat. Kritis terhadap persoalan banua.
Dia berhasil mempertahankan posisinya sebagai anggota DPRD Kalsel dari PKS melalui tiga kali pemilihan legislative (pileg). Itu berarti dia duduk sebagai ‘anggota terhormat’ untuk tiga periode. Suatu pencapaian yang bisa diraih tak banyak politisi.
Pileg pertama yang diikutinya pada 2003 yang menghantarkan seorang Ibnu Sina menjadi salah seorang dari 55 anggota dewan di Rumah Banjar itu untuk periode 2004-2009. Masa itu dia dinyatakan sebagai anggota termuda dengan usia 29 tahun. Sukses lagi di pileg lima tahun kemudian, mengukuhkannya masuk ke periode 2009-2014 dan yang paling akhir dia masih mendapat dukungan untuk periode 2014-2019.
Di periode ketiga ini, karirnya di dewan tidak berlangsung tuntas, baru memasuki bulan kedelapan tahun pertama periode ketiga itu dia mengundurkan diri. Kali ini untuk loncatan politik yang lebih bergengsi: menjadi kandidat Pilkada Walikota Banjarmasin 2015! Tepatnya April 2015.
Dalam karier politiknya di lembaga legislative itu dia pernah pula meraih award sebagai anggota dewan terfavorit versi Journalist Parliament Community, insan media yang aktif meliput sepak terjang anggota dewan di sana.
Itu kariernya di dewan.
Sayangnya, loyal omilitan-nya terhadap partai tempatnya berpolitik selama ini, harus berakhir. Bahkan banyak menyebut berakhir dramatis nan getir. Siapa mengkhianati siapa antara Ibnu dan PKS hanya kalangan mereka yang tahu persis. Faktanya, Ibnu didepak, justru pada saat-saat penting persiapan mengikuti Pilkada Banjarmasin 2020.
Sebagai petahana, wajar Ibnu hendak memperpanjang periode jabatannya. Apalagi, prestasinya selama memimpin Kota Banjarmasin ibarat rapor tidak ada angka merahnya. Eee tiba-tiba, PKS mengumumkan justru mendukung kandidat lain yaitu Hj Ananda. Politisi Partai Golkar yang jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan kesiapannya memperebutkan kursi Balai Kota Satu.
Dramatisnya lagi, PKS adalah parpol pertama yang memberikan dukungan bahkan waktu itu Partai Golkar sendiri terkesan masih ‘ragu-ragu’ berpihak ke perempuan yang berlatar pendidikan dokter itu.
Imej PKS semakin terkesan tercabik adalah ketika seorang petinggi di partai itu dijadikan sebagai pendamping Hj Ananda maju melawan Ibnu Sina. Alias sebagai orang kedua.
PKS yang di kalangan masyarakat dianggap partai politik bertabur ulama, tiba-tiba menyodorkan salah satu kader terbaiknya yang juga ustad untuk mendampingi calon seorang perempuan di Pilkada Banjarmasin. Bahasa awamnya berimam dengan perempuan. Tak heran bila banyak konstituen partai ini yang bingung berujung nggondog. Bahkan menafsirkan, partai ini benar benar tengah tidak solid dan di kalangan konstituennya sudah terpecah: pro Ibnu dan pro partai.
Ini nyaris drama ijury time Pilkada 2015 terulang. Bedanya, kalau situasai politik lima tahun lalu itu Ibnu kebingungan mencari pasangan kandidat, kini, di saat dia sebagai petahana justru harus ‘banting tulang’ dan putar otak mencari dukungan partai.
Bedanya lahi, pada momentum pendaftaran ke KPU Banjarmasin musim pilkada 2020 Ibnu datang tidak bersama Hermansyah wakil-nya pada pilkada lalu. Tetapi dia menggandeng H Ariffin Noor, staf barunya di Pemko Banjarmasin dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banjarmasin.
Walau meninggalkan Hermansyah yang kader PDI-Perjuangan, namun partai asuhan Megawati Sukarno putri ini justru setia tetap memberikan dukungannya ke Ibnu. Didepak PKS, dipertahankan PDI-P. Itulah jalan yang harus ditapakinya.
Partai utama yg mengusung sang petahana ini adalah Partai Demokrat, PKB dan PDIP serta partai non parlemen PSI.
Maka, di medan Pilkada 2020 ini, Ibnu Sina sang kader militan justru akan berhadapan dengan partai yang dibesarkannya dan membesarkan karir politiknya: kolaborasi PKS-Partai Golkar dengan kandidat Hj Ananda-H Mushaffa Zakir Lc. Keduanya sama-sama satu atap di DPRD Banjarmasin namun beda fraksi, sebelum akhirnya sama-sama mundur ketika memutuskan maju sebagai kandidat.
Akankah Ananda-Mushaffa menjadi karang penghadang langkah Ibnu Sina untuk dilantik sebagai Walikota Banjarmasin untuk periode kedua?
Yang pasti Pilkada Banjarmasin 2020 kali diikuti empat pasangan kandidat yang sama-sama punya hitung-hitungan alot untuk dikalahkan dalam upaya mendulang perolehan suara.
Di kubu Ibnu, tentulah pesonanya terletak pada sosok petahana itu sendiri.
Sementara di gerbong yang dibawa PKS, Golkar, PAN, Nasdem, Partai Perindo dan teman-temannya membuat pasangan Hj Ananda-Mushaffa tentu semakin greget, mantap. Secara di kursi legislatif mereka mayoritas. Kubu ini disebut sebut sebagai gerbong paling panjang dan gemuk.
Lalu, Bagaimana dengan kandidat dengan nomor urut satu atas nama Haris Makkie-Ilham Noor yang didukung Gerindra, PPP dan PBB plus satu partai non parlemen yaitu Hanura? Secara personal Haris bukan lah figur ringan. Dia merupakan ketua PBNU Kalimantan Selatan dan seorang birokrat yang paten. Jabatan terakhirnya tidak sembarang: sekretaris daerah Prov Kalsel.
Seperti Pilkada 2015, kali ini perebutan kursi walikota Banjarmasin juga ditandai dengan hadirnya kandidat dari jalur perorangan atau independen. Mereka adalah H Khairul Saleh-Habib Muhammad Ali Alhabsyi. Habib di kalangan masyarakat Banua ini mendapat penghormatan khusus. Jadi, kalau disebut sosoknya lebih sebagai vote getter, tidak berlebihan.
Keempat kandidat tetap mempunyai peluang untuk bisa memimpin warga kota berjuluk ‘seribu sungai’ ini dari Balai Kota.
Keandalan dalam berorganisasi dan berkomunikasi membuat kebereadaannya di sana mampu mengesankan sosok Ibnu Sina identik dengan PKS. Sebaliknya ketika PKS dibicarakan seolah terkonek dengan Ibnu Sina. Ini keistimewaan berikutnya. Uumsri/Edwan
Discussion about this post