Banjarmasin, AKTUAL — Polemik adanya dugaan larangan terhadap wartawan untuk meliput kegiatan di DPRD Kota Banjarmasin membuat PWI Kalimantan Selatan angkat bicara.
Dalam siaran persnya tanggal 13 Oktober yang ditandatangani Ketua PWI Kalsel Zainal Helmie dan Sekretaris Yusni Hardi, polemik dugaan pembatasan peliputan wartawan di DPRD Kota Banjarmasin harus segera diselesaikan sehingga tidak menjadi bias.
Dan jika pembatasan peliputan itu menjadi sebuah keputusan dalam rapat Badan Musyawarah ( Banmus ) DPRD Kota Banjarmasin, maka sudah sepatutnya dibatalkan.
Dan pembatalan keputusan itu, masih dalam pers PWI, harus disampaikan secara terbuka kepada wartawan. Dan melalui pemberitaan di media massa yang intinya tidak ada pembatasan peliputan di lingkungan DPRD Kota Banjarmasin.
Dikatakan dugaan larangan peliputan di lembaga ini bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 bab II tentang, asas, fungsi, kewajiban dan peranan pers pada pasal 4 yang menyebutkan, pertama kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, kedua terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan
atau pelarangan penyiaran.
Dan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan dan informasi.
Dalam siaran pers itu juga disebutkan, wartawan yang bertugas di lapangan berkewajiban menghormati dan menghargai narasumber atau instansi tempat dia sedang bertugas sesuai dengan kode etik jurnalistik ( KEJ ). Sikap tersebut cerminan dari keprofesionalan profesi.
Sekretaris DPRD Kota Banjarmasin H.Fathurrahim kepada AKTUAL mengungkapkan, dirinya sudah menerima siaran pers dari PWI Kalimantan Selatan mengenai kasus dugaan pelarangan peliputan wartawan di dewan kota. ” Saya sudah menerima siaran pers PWI yang dikirim melalui WA,” kata Fathurrahim yang dihubungi via telepon, Jumat ( 13/10 ).
Ahim, begitu panggilan akrab Fathurahim, menyambut positif dengan apa yang dirilis PWI terhadap kasus ini.
Agar masalah ini tidak berkepanjangan dan bias, Ahim, berjanji akan mengkomunikasikan masalah ini dengan anggota banmus.
Ahim yang saat ini masih berada di luar daerah mengungkapkan, masalah ini terjadi hanya karena mis komunikasi antara wartawan dan banmus.
Ahim menjelaskan persoalan ini bermula ketika banmus menghendaki, untuk sementara wartawan tidak diperbolehkan meliput kegiatan dewan di ruang komisi, kecuali di luar ruangan.
Hal ini dilakukan, karena kerap terjadi orang masuk ruangan ketika rapat banmus, atau rapat komisi dan orang itu tidak dikenal.
Ahim tidak menyangkal sikap kehati hatian anggota dengan terhadap orang yang masuk ruang komisi dampak dari OTT terhadap dua anggota DPRD Kota Banjarmasin IR dan AEF, belum lama ini.
Secara pribadi, ungkap Ahim, dia sangat memahami tugas dan fungsi wartawan. ” Tidak ada larangan wartawan untuk meliput berita di dewan, kecuali di ruangan komisi. Itupun, permintaan banmus kala itu,” katanya seraya mengakui , dia pernah menyampaikan kepada wartawan untuk sementara jangan melakukan peliputan di ruangan komisi.
Sementara untuk melakukan peliputan atau wawancara di luar ruangan tidak ada larangan.
Sementara itu Plt Ketua DPRD Kota Banjarmasin Budi Wijaya mengungkapkan, menyikapi kasus ini, dirinya sudah jumpa pers dengan wartawan dan mengklarigikasi masalah ini. SKR
Discussion about this post