BANJARMASIN aktualkalsel.com—Banjarmasin tengah krisis beras lokal? Itulah yang dipertanyakan kalangan masyarakat sejak dua bulan terakhir dan memuncak di November 2022.
Itu lantaran semakin sulit untuk membeli beras lokal dengan rasa originalnya yang khas pera alias tidak pulen seperti beras produk Jawa, sementara harganya naik antara 10 sampai 20 persen.
“Sebenarnya sudah sejak Oktober yaa setiap beli beras lokal koq terasa berubah tampilan dan rasa ketika sudah dimasak,” ujar Ati, satu warga Banjarmasin.
Tampilan dan rasa yang berubah itu, menurut dia adalah ketika sudah dimasak menjadi tidak pera dan terasa pulen, aroma karung dan mudah basi.
“Seperti beras beras Jawa. Padahal menurut pedagangnya ini beras lokal Kalimantan Selatan. Kita kan tidak biasa konsumsi yang pulen itu jadi yaa kurang selera gitu. Terakhir beki Rp13 ribu perliter,” ujarnya.
Keluhan sama datang dari banyak konsumen tentang kualitas beras lokal berasa pulen jawa ini. Seorang pedagang beras di kawasan Kelurahan Antasan Besar Banjarmasin Tengah mengakui hal itu.
“Banyak pembeli yang komplain koq rasanya ngetan padahal beras yang kami jual adalah Gambut asli. Dari dulu jualan kami ke pelanggan,” ujar Aci, si penjual beras itu Kamis 17 November 2022.
Diakuinya beras yang dijualnya berasa ngetan atau pulen setelah dimasak.
“Kalau menurut penjual pertama ini memang jenis baru beras gambut,” jelasnya.
Beras Gambut merupakan panenan kawasan Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan yang paling disukai konsumen daerah ini karena rasanya yang baik juga tidak lengket.
Perubahan tampilan dan rasa ke pulen Jawa ini tidak hanya terjadi pada beras lokal Gambut tetapi juga hasil panenan dari kawasan utara seperti Batola.
“Iya kami terakhir membeli padinya dari petani disini awal November, itu kualitasnya sudah pulen kalau dimasak, tidak seperti biasanya. Harganya pun naik, jenis kami jual sudah beripa beras Rp13 ribu perliter sebelumnya hanya Rp10 ribu,” ujar Aluh, pedagang beras di kawasan Berangas, Kabupaten Batola Kalimantan Selatan.
Sekarang, menurutnya, bukan hanya harga yang naik tetapi juga ‘krisis’ karena rata rata petani tidak menjual hanya untuk konsumsi sendiri.
“Panen barusan kan gagal, jadi petani pilih konsumsi sendiri beras, dari pada nanti beli harganya tinggi. Rekan kami di Tabunganen juga menyebut panen gagal di sana,” ujar dia.(uumsri/foto net)
Discussion about this post